Sabtu, 06 Agustus 2011

Menafkahi keluarga dengan Harta RIBA !!!

 bismillahirrohmanirrohim


Hukum Seorang Anak Dinafkahi Dari Hasil Riba Dan Hukum Bekerja Di Lembaga Ribawi


Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Saya seorang pemuda yang masih belajar, ayah saya seorang kaya yang mengamalkan riba dan beberapa jenis jual beli yang diharamkan. Bagaimana sikap saya dalam masalah ini? Apalagi dialah yang memberi saya nafkah, dan telah berulang kali saya terangkan padanya, bahwa riba itu haram, namun tidak membuahkan hasil.

Jawaban
Bahwasanya belajar yang di isyaratkan oleh penanya bukanlah belajar yang hukumnya wajib. Itu hanyalah sebuah sarana di zaman ini untuk memperoleh rizki. Jika demikian permasalahannya, di mana ia hidup dibawah tanggungan ayahnya, sedang ia yakin bahwa ayahnya mengamalkan riba, maka wajib baginya melakukan segala upaya agar terlepas dari penghidupan yang tegak diatas kemaksiatan tersebut. Meskipun urusan ini mengharuskannya meninggalkan kuliah, karena belajar (pada kulah tersebut) bukanlah fardhu ‘ain.

Dan wajib baginya berusaha mencari rizki yang halal dengan jerih payah dan keringatnya sendiri. Itu lebih baik dan lebih kekal. Dia pun bisa meninggalkan kuliahnya sementara waktu, lalu berusaha mencari rizki untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan meninggalkan ketergantungannya dari nafkah ayahnya, namun.

“…Seandainya ia dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas ….” [Al-Baqarah : 173]

Dibawah nafkah ayahnya, maka ia tidak berhak secara leluasa meminta kepada ayahnya, ia hanya mengambil (dari ayahnya) sebatas apa yang dapat menegakkan tubuhnya saja, dan agar dia pun tidak meminta-minta kepada manusia.

[Disalin dari buku Biografi Syaikh Al-Albani Rahimahullah Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini, Penyusun Mubarak bin Mahfudh Bamuallim Lc, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

HUKUM BEKERJA DI LEMBAGA RIBAWI SEPERTI MENJADI SOPIR ATAU,SURVEI,DEPKOLEKTOR,SATPAM


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah boleh hukumnya bekerja di lembaga ribawi seperti menjadi supir atau,depkolektor, satpam ?

Jawaban
Tidak boleh hukumnya bekerja di lembaga-lembaga ribawi sekalipun menjadi supir atau satpam sebab ketika dia bekerja di lembaga-lembaga ribawi, maka konsekwensi logisnya dia rela terhadapnya, karena orang yang mengingkari (menolak) sesuatu tidak mungkin bekerja untuk kepentingannya. Bila dia bekerja untuk kepentingannya, maka ketika itu dia sudah menjadi rela terhadapnya dan rela terhadap sesuatu yang diharamkan, berarti mendapatkan jatah dosa darinya juga.

Sedangkan orang yang secara langsung mencatat, menulis, mengirim, menyimpan dan semisalnya, maka tidak dapat disangkal lagi, telah turut secara langsung melakukan hal yang haram, padahal telah terdapat hadits yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Jabir Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakai riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka itu sama saja ..”[Hadits Riwayat Muslim, kitab Al-Musaqah 1598]

[Majmu Durus Fatawa Al-Haramul Makkiy, Juz III, hal.369 dari fatwa Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 6 Darul Haq]

https://www.facebook.com/abu.hasan.fadel?sk=notes#!/note.php?note_id=206485632735473

Tidak ada komentar:

Posting Komentar